Minggu, 19 Juni 2011

Kisah Kapak Yang Kehilangan Kekuatannya

Alkisah, seorang pedagang
kayu menerima lamaran
seorang pekerja untuk
menebang pohon di
hutannya. Karena gaji yang
dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat
baik, sehingga si calon
penebang pohon itu pun
bertekad untuk bekerja
sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si
majikan memberikan sebuah
kapak dan menunjukkan area
kerja yang harus
diselesaikan dengan target
waktu yang telah ditentukan kepada si
penebang pohon. Hari
pertama bekerja, dia berhasil
merobohkan 8 batang pohon.

Sore hari, mendengar hasil
kerja si penebang, sang
majikan terkesan dan
memberikan pujian dengan
tulus, "Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat
kagum dengan
kemampuanmu menebang
pohon-pohon itu. Belum
pernah ada yang sepertimu
sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu."

Sangat termotivasi oleh
pujian majikannya, keesokan
hari si penebang bekerja
lebih keras lagi, tetapi dia
hanya berhasil merobohkan 7
batang pohon.

Hari ketiga, dia bekerja lebih
keras lagi, tetapi hasilnya
tetap tidak memuaskan
bahkan mengecewakan.
Semakin bertambahnya hari,
semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan.

"Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan
kekuatanku. Bagaimana aku
dapat
mempertanggungjawab kan
hasil kerjaku kepada
majikan?" pikir penebang pohon merasa malu dan
putus asa.

Dengan kepala tertunduk dia
menghadap ke sang majikan,
meminta maaf atas hasil
kerja yang kurang memadai
dan mengeluh tidak mengerti
apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan
bertanya kepadanya,
"Kapan terakhir kamu mengasah kapak?"

"Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu.
Saya sangat sibuk setiap
hari menebang pohon dari
pagi hingga sore dengan
sekuat tenaga," kata si penebang.

"Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu
kerja? Dengan kapak baru
dan terasah, maka kamu
bisa menebang pohon dengan
hasil luar biasa. Hari-hari
berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan
kapak yang sama tetapi
tidak diasah, kamu tahu
sendiri, hasilnya semakin
menurun," kata sang majikan.

"Maka, sesibuk apa pun,
kamu harus meluangkan
waktu untuk mengasah
kapakmu, agar setiap hari
bekerja dengan tenaga yang
sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah
mengasah kapakmu dan
segera kembali bekerja!" perintah sang majikan.

Sambil mengangguk-
anggukan kepala dan
mengucap terimakasih, si
penebang berlalu dari
hadapan majikannya untuk
mulai mengasah kapak.

"Istirahat bukan berarti
berhenti. Tetapi untuk
menempuh perjalanan yang
lebih jauh lagi."

Sama seperti si penebang
pohon, kita pun setiap hari,
dari pagi hingga malam hari,
seolah terjebak dalam
rutinitas terpola. Sibuk,
sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain
yang sama pentingnya, yaitu
istirahat sejenak mengasah
dan mengisi hal-hal baru
untuk menambah
pengetahuan, wawasan dan spiritual.

Jika kita mampu mengatur
ritme kegiatan seperti ini,
pasti kehidupan kita akan
menjadi dinamis, berwawasan
dan selalu baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar